Wakil Ketua APKLI Bantul Desak Pemerintah Perhatikan Nasib PKL dan Tuntut KeadilanWakil Ketua Asosi

Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) DPD Kabupaten Bantul, H. Sujoko Suwono, S.Ag., M.S.I., kembali menyerukan nasib Pedagang Kaki Lima (PKL) dan mempertanyakan komitmen kepedulian pemerintah
KABARDESANUSANTARA | BANTUL DIY - Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) DPD Kabupaten Bantul, H. Sujoko Suwono, S.Ag., M.S.I., kembali menyerukan nasib Pedagang Kaki Lima (PKL) dan mempertanyakan komitmen kepedulian pemerintah pusat, Pemda DIY, DPR RI, DPRD DIY, serta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY dalam merespon berbagai masukan dan surat permohonan bantuan serta solusi bagi para PKL yang seakan menemui jalan buntu. Hal ini disampaikan dari Kantor APKLI DPD Bantul yang berlokasi di Lt. 2 Kompleks Pasar Bantul pada Kamis, 11 Juli 2024.
Berbagai penggusuran yang telah berlangsung terhadap PKL anggota APKLI Kabupaten Bantul yang berlokasi di sebelah timur Gedung Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, membuat para PKL semakin kehilangan harapan. Pada Selasa, 24 Januari 2023, sembilan PKL di lokasi tersebut dibongkar paksa oleh Tim Satpol PP DIY dan semua asetnya disita. Para PKL ini telah berusaha meminta bantuan solusi melalui surat kepada berbagai pihak, namun hingga kini belum ada penyelesaian yang jelas.
Para PKL tersebut telah mengirim surat kepada: Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga ORI Pusat, namun penyelesaiannya tidak jelas, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari DPRD DIY hingga DPR RI, namun belum ada bantuan penyelesaian, Pemerintah DIY hingga Pemerintah Pusat (Menteri Dalam Negeri hingga Presiden), namun tidak ada bantuan solusi untuk rakyat kecil PKL.
Alasan Satpol PP DIY membongkar lapak para PKL adalah karena Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 2 Tahun 2017 yang melarang PKL menempati fasilitas umum dan lahan milik Pemerintah Daerah DIY. Padahal, dalam konsiderans Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 dinyatakan bahwa PKL sebagai salah satu pelaku usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha perdagangan sektor informal perlu dilakukan pemberdayaan untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Pada Pasal 1 angka 1 ditegaskan bahwa PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara atau tidak menetap.
Selain itu, dalam konsiderans Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 dinyatakan bahwa kegiatan PKL sebagai salah satu usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha perdagangan sektor informal perlu dilakukan pemberdayaan untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Pada Pasal 1 angka 1 ditegaskan bahwa PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara atau tidak menetap.
H. Sujoko Suwono mempertanyakan, "Bukankah kedudukan Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri itu di atas Perda? Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya. Jika Perda bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya, maka apakah Perda tersebut tidak batal demi hukum?"
Para PKL meminta keadilan dalam penerapan Perda agar diberlakukan secara menyeluruh, adil, dan tidak tebang pilih seperti yang selama ini terjadi. Mereka menyoroti bahwa PKL di Jl. Pertanian sebelah timur Perpustakaan DIY yang sama-sama berada di atas saluran irigasi dan tanah milik Pemda DIY tidak digusur, sementara mereka digusur. Selain itu, banyak bangunan usaha di sekitar JEC yang melanggar Perda IMB dan HO tidak ditindak, terkesan pengusaha besar dilindungi sementara PKL yang merupakan rakyat kecil dikorbankan.
"Kami berharap pemerintah dan lembaga terkait segera memberikan solusi yang adil dan memberdayakan kami, PKL, yang merupakan bagian dari ekonomi kerakyatan," pungkas Sujoko.
Pada hal menurut Undang Undang Dasar 1945 (sumber dari segala sumber hukum) pasal 27 menegaskan :
(1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan Pemerintahan.
(2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28A menyatakan :
Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28D Menjelaskan:
(1) Setiap orang berhak atas, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Pasal 24 mengamanatkan :
(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara Negara.
(2) Negara menjamin sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Melihat kenyataan seperti ini terkesan Pemda DIY tidak adil dan tebang pilih. PKL (rakyat kecil yang tidak punya modal) ditertibkan (digusur), sedangkan pengusaha (yang punya modal besar) tidak ditertibkan (dilindungi), sehingga terjadi hukum rimba yang dalam istilah Jawa (mohon maaf agak kasar) : “Asu gedhe menang kerahe” keluh Sujoko menutup pernyataannya dan berharap segera ada solusi terbaik bagi PKL.
Editor :Sunarto