Putusan MK Ambivalen? Respon Atas Tidak Dapat Diterimanya Gugatan Cagub dan Cawagub Jatim

Putusan MK Ambivalen? Respon Atas Tidak Dapat Diterimanya Gugatan Cagub dan Cawagub Jatim
Artinya, hakim berfikir, mungkinkah bisa terjadi sedemikian rupa. Apakah iya, para pemilih mencoblos untuk Pilgub dan tidak memilih untuk Pilbup atau Pilwali alias langsung pulang. Ruangan tampak hening, para kuasa hukum Pilbup dan Pilwali Kabupaten dan Kota selain Jawa Timur saling berbisik pelan.
Karena MK membatasi kuasa hukum yang hadir secara langsung pada sidang pleno MK dengan agenda pembacaan putusan dismissal atau lanjut ke sidang pemeriksaan saksi dan ahli serta alat bukti, penulis diundang stasiun TV nasional ke gedung MK. Menyaksikan sidang sekaligus _door stop interview_ wartawan. Sebagai juru bicara sekaligus kuasa hukum, penulis bicara dan menjawab pertanyaan media tentang dugaan putusan MK yang potensial lanjut.
Nah, pada lain kesempatan, penulis juga hadir langsung pada sidang pendahuluan MK. Sesuai fakta persidangan, penulis menduga kuat bahwa MK akan melanjutkan perkara 265 ke sidang pokok perkara. Secara rasional, keyakinan ini berpijak pada fakta-fakta sidang panel MK. Sejatinya, putusan MK pasti paralel dengan fakta-fakta yang terkuak dalam sidang panel yang dipimpin hakim Saldi Isra.
Namun, saat mendengarkan pertimbangan-pertimbangan MK pada sidang pleno, sungguh mengejutkan. Terasa sekali mengusik rasa kebenaran yang tersuguh dalam sidang pendahuluan. Penulis menilai, MK seperti mengingkari fakta-fakta yang ada dalam sidang panel. Bahkan, potensial mengangkangi fakta-fakta yang begitu nyata tersaji pada sidang panel. Apakah hakim panel lupa kalau persidangan disaksikan publik secara terbuka?
MK dengan gagah perkasa, membalik fakta-fakta itu kemudian memvonis bahwa permohonan Ibu Risma dan Gus Hans mengandung unsur cacat formil sehingga tidak bisa dilanjutkan ke sidang pokok perkara. Beberapa kali, juga menyebut kata tidak terbukti. Padahal, perkara Ibu Risma belum masuk pada pembuktian saksi, ahli, dan pemeriksaan alat bukti. Aneh, bukan?
Jujur, penulis menghela nafas panjang. Dada terasa sesak! Betapa tidak, pada sidang pendahuluan, fakta-fakta yang terekam di sidang panel, berbanding terbalik dengan pertimbangan-pertimbangan yang terungkap pada sidang pleno. Dalam hati, penulis bergumam pelan. Ada apa dengan Mahkamah Konstitusi? Di sisi lain, berdasarkan fakta persidangan pendahuluan, para kuasa hukum percaya, sidang panel hakim MK yang dipimpin sosok berintegritas, seperti hakim Saldi Isra akan menyajikan putusan yang substantif pada sidang pleno.
Ternyata, realitasnya tidak bicara demikian. Perubahan sikap hakim MK yang kita saksikan dalam sidang pleno, begitu drastis! Seorang kolega mengatakan hal _satire_ terkait sikap yang berbeda saat sidang panel dan sidang pleno dengan gambaran berkendara. Inikah yang disebut dengan sein kanan tapi belok kiri? Entahlah. Penulis pun tak faham, apa yang sesungguhnya terjadi dengan para hakim yang mulia, yang menjadi wakil Tuhan, itu.
Mungkinkah ada tangan tak terlihat (invisible hand), seperti dimaksud ekonom dan filsuf Skotlandia Adam Smith. Menggambarkan insentif yang kadangkala diciptakan oleh pasar bebas bagi orang-orang yang mementingkan diri sendiri. Sekali lagi, penulis tak cukup pengetahuan soal itu. Di samping tak pernah berurusan dengan yang namanya tangan tak terlihat, sejak mendirikan Firma Hukum PROGRESIF LAW hingga saat ini, hanya biasa bersinggungan dengan tangan-tangan yang terlihat.
Sejak MK berangsur mampu mengembalikan citra positifnya dalam setahun terakhir, penulis kerap mengapresiasi MK sebagai lembaga negara yang menjadi harapan masyarakat dalam mendukung tumbuh dan suburnya demokrasi di tanah air. MK mulai berkemajuan sejak mengambil sikap progresif sehingga melahirkan putusan-putusan yang menyehatkan demokrasi. Dugaan penulis, berdasarkan fakta-fakta persidangan pendahuluan (sidang panel), MK akan tampil lebih progresif.
Nahas, MK seperti yang diduga sebagian masyarakat. Pada praktik dalam perkara PHPU menjadi Mahkamah Kalkulasi. Bukan Mahkamah Konstitusi yang mengusung dan mengawal peradaban demokrasi yang berkemajuan. Bersikap independen dan imparsial. Tidak berpihak pada salah satu pihak. Tidak dapat dipengaruhi oleh salah satu pihak. Mengungkap kebenaran hakiki sekaligus menghadirkan keadilan yang substantif. (*)
(Tim)
Read more info "Putusan MK Ambivalen? Respon Atas Tidak Dapat Diterimanya Gugatan Cagub dan Cawagub Jatim" on the next page :
Editor :Ira Puspita
Source : Suryo